Sabtu, 10 Desember 2011

Perjalanan Kedua Ke Peg.Latimojong


Salam lestari……. Bagi para Sahabat Petualang…..!
Pada kesempatan kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman kami menggapai dua puncak tertinggi di Pulau Sulawesi…



Suatu sore di sebuah rumah berukuran sedang  dalam sebuah kamar kecil milikku, saya sedang sibuk mengutak-atik akun facebook milikku.

Walaupun hanya lewat handphone seluler kesayanganku…
mata saya tertuju pada sebuah pesan yang berasal dari seseorang yang tidak saya kenal sebelumnnya.
Lathiful Amri, itu lah nama akun yang sempat aku baca, “hai Gue amri dari Jakarta , pengen cari info tentang pendakian ke Rantemario “ kurang lebih begitulah bunyi pesannya pada saat itu.
Itulah awal perkenelan saya dengan Amri seorang teman dari Komunitas Odong-odong Traveler Jakarta, sampai akhirnya dia menyambangi Tanah Celebes pada tanggal 5 November 2011 kemarin, saya menjempunya di Bandara sabtu sore itu, dan malamnya kami langsung menuju ke Baraka, Kab.Enrekang. Kami menumpang pada mobil kijang yang digunakan sebagai angkutan menuju Baraka. Sebelumnya kami harus menunggu selama ± 2,5 jam di Terminal Regional Daya Makassar, sebelum meluncur menuju Baraka, sepanjang perjalanan kmi berbagi cerita tentang keadaan di Sulawesi dan segala macamnya.

Subuh 5/11/11, udara dingin pegunungan membangunkan aku dari lelap tidurku semalam, ternyata kami sudah memasuki wilayah Pegunungan kab.Enrekang. Setelah beberapa saat kami sampai di Baraka, jam di tangan saya kala itu menunjukkkan pukul  4.00 subuh, saya langsung menuju ke rumah Giast, seorang teman yang pernaah satu sekolah dengan saya di Makassar. Kami langsung disambut hangat dan kami akhirnya istirahat sejenak, maklum kami merasa lelah akibat semalaman naik mobil dari Makassar ke Baraka. Pagi harinya Amri bersama dengan Ghiast sekeluarga pergi untuk melaksanakan sholat IED. Sehabis Sholat Ied kami langsung sarapan dengan menu Dangke Bakar. Dangke adalah makanan berupa keju yang dibuat dari susu kerbau dengan cara tradisional. Sehabis Sarapan kami langsung  numpang ojek menuju Ke Karangan yang merupakan Kampung Terakhir di bawah kaki Peg.Latimojong. Sepanjang perjalanan kami berbagi cerita dengan tukang ojek yang begitu ramah, di Buntu Dea kami dihadang oleh hujan damn anehnya lagi tukang ojeknya agak takut bawa motor di penurunan, yach gentian dech..aku yang bawa motor diayang pikul carrier.hehehee…
Perjalanan Ke Dusun Karangan

Dusun Karuaja (saya dan kedua Tukang Ojek)

Jalur Menuju Dusun Rantelemo

Dangke Bakar di Baraka
 Setelah beberapa saat kami sampai di Dusun Karuaja, kami langsung melanjutkan berjalan kaki ke Dusun Karangan.

Kira-kira jam 12 siang itu kami sampai di Dusun Karangan, kami langsung menuju ke Rumah pak Dusun, karena pada hari itu bertepatan dengan Idul Adha jadi di rumah pak Dusun banyak Warga yang berkumpul (semacam silahturahmi). Asik…..kami disuguhi gulai kambing dan Nasu Cemba( masakan Khas Enrekang)…hahahaha.
Malam harinya kami menginap di rumah pak dusun…











































Rumah Pak Dusun Karangan

Amri dan Anak2 Karangan

































 Pagi buta yang dingin datang menyergap, saya langsung terkesiap dari tidur pulasku. Kami langsung sarapan, packing kemudian pamit ke pak Dusun.
Jam 7.30 pagi kami langsung memeulai pendakian menuju Rantemario.

Karangan-Pos  1
Menuju Pos 1

Kami kemudian memulai pendakian menujuju pos 1 yang diawali dengan melewati perkebunan kopi milik penduduk.  Jalur menuju pos 1 terdapat banyak pecabangan yang merupakan jalur pemburu dan penebang kayu. Mendekati pos 1 kami disambut oleh tanjakan terjal dengan kemiringan ± 80°.Namun hati ini mulai miriss melihat ulah penduduk yang membakar hutan dengan area semakin luas untuk berkebun kopi. Setelah berjalan ± 30 menit dari Karangan akhirnya kami sampai di pos 1 yangdikenal dengan nama Buntu Kaciling. Dari sini pemandangan sangat indah. Pos 1 ini sendiri berada pada ketinggian 1600 mdpl yang berupa areal terbuka berukuran 4 m2.




Pos 1-pos 2
Pos 2
Jalur menuju pos 2 kembali menanjak  kemudian akan menurun mendekati pos 2. Selang  kurang lebih satu jam kemudian, kami pun sampai di pos 2. Pos 2 ini juga dikenal dengan nama Goa Sarung Pak-pak yang berada pada ketinggian 1800 Mdpl, di sini terdapat sumber air  yang sangat jernih dan juga sangat dingin yang berasal dari sungai yang alirannya cukup besar. Disini juga terdapat sebuah batu besar yang menyerupai sebuah goa yang biasa digunakan pendaki untuk menginap. Setelah mengisi persediaan air kami langsung lanjut ke pos 3.



Pos 2- Pos 3
Menuju pos 3

Pos 3
Menuju pos 3 kami disambut dengan tanjakan terjal dengan kemiringan ± 70-80°. Jalur ini merupakan jalur terberat dari pendakian ke puncak Rantemario.Setelah beberapa saat kami pun sampai di pos 3 yang juga bernama Lantang Nase. Pos 3 ini sendiri berupa areal datar berukuran 5 m2 yang tidak memiliki sumber air dan berada pada ketinggian 1940 Mdpl.





Pos 3-Pos 4
Selepas pos 3  jalur masih menanjak dan melewati hutan yang cukup lembab. Kemiringan 50-60 derajat dan jalurlandaisesekali menghiasi posini. Kami berdua terus mendaki sambil sesekali bercanda. Amri bejalan di depan dan saya mengikuti dari belakang, tapi entah mengapa  pada saat menuju pos 4 ini saya merasa dro sekali dan seakan kaki malas untuk melangkah. Tapi Puji Tuhan dengan semangat membara , setelah beberapa saat kami pun sampai di pos 4 yang berupa areal teduh ditumbuhi pohon-pohon yang rimbun. Posini juga biasa disebut Buntu Lebu.

Pos 4-Pos 5

Menuju pos 5 kondisi jalur tidak banyak berubah, tanjakan dan tanjakan terjal masih mendominasi jalur ini. Perjalanan menuju pos 5 semakin menantang dengan jalur yang sedikit licin karena ditumbuhi lumut. Sambil sesekali memungut buah kalpataru yang berjatuhan di jalan kami terus melangkah. Namun sebelum pos 5 hujan mulai turun menghantam kami. Kami mempercepat langkah. Setelah beberapa saat akhirnya kami tiba di pos 5 yang ditandai dengan areal yang luas dan dikelilingi pohon-pohon dan berada pada ketinggian ± 2800 Mdpl. Pos 5 ini juga dikenal dengan nama Solo’ Tama dan berada di sisi sebuah punggungan. Disini kami makan siang menggunakan roti tawar yang dilapisi susu kream, karena kami sangat terburu- buru agar bias sampai dengan cepat di pos 7 (areal camp).

Pos 5-pos 6
Jalur menuju pos ini didomonasi oleh tanjakan dengan kemiringan antara 50-60 derajat. Sepanjang perjalanan menuj pos 6 hujan deras terus dating mengguyur kami namun kami harus tetap brjalan agar tidak drop. Sebelum sampai di pos 6 kami berteemu dengan 5 orang pendaki dari MAHADIPA Makassar.
Kami tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk bertanya keadaan di puncak dan pos 7.
Sesampai di pos 6, tanpa istirahat kami langsung lanjut ke pos 7. Karena hujan masih terus mengguyur.

Pos 6- pos 7
Pos 7
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos 7. Selepas pos 6  vegetasi tumbuhan mulai berubah. Pepohonan Sub Alpin yang kerdil mulai mendominasi jalur ini. Jalur menuju pos 7 berupa tanjakan melewati beberapa bukit kecil dengan sesekali jalur landai yang menghiasi rute ini. Mendekati pos 7 hujan mulai redah. Jam menunjukkan pukul 1.30 siang ketika kami sampai di pos 7, perjalanan kali ini terbilang cepat, mungkin karena kami diguyur hujan ya,,,,?jadi  kami terburu-buru.
Pos 7 yang juga dikenal dengan nama Kolong Buntu. Pos 7 ini berupa area tebuka yang berada pada ketinggian 3100 mdpl. Di pos ini terdapat sumber air dari aliran sebuah sungai kecil yang teletak 10 meter dari pos ini. Kami langsung mendirikan tenda kemudian pergi mengambil air lalu memasak.
Hari beranjak sore kami masih asik bersantai di tenda, memasak nasi smbil bercrita ditemani teh hangat . Suhu di pos 7 kala itu tidak terlalu dingin mungkin karena musim hujan.

Pos  7 – pos 8 (Puncak Rantemario 3478 Mdpl)
Amri

Sekitar jam 3 sore kami melihat bahwa cuaca di puncak cukup baik, kami langsung beranjak menuju puncak, Namun mendekati puncak kabut kembali turun diselingi gerimis. Hati ini terasa ragu untuk melangkah ke puncak karena saya berpikir kalau cuaca di puncak kurang baik maka kita turun saja dulu kemudian naik kembali esok pagi,  namun Amri terus berkata “positif Thinking bro, Pasti di puncak kita dapat cuaca bagus..!”
Di tengah gerimis yang sesekali tersapu cahaya mentari senja kami terus melangkah, sebelum puncak kami sesekali berfoto apalagi pada saat kami melihat pelangi sehabis hujan yang begitu indah, tanpa melewatkan momen itu kami berfose lagi.hehehe….
Beberapa saat kemudian kami akhirnya sampai ddi puncak, benar saja kata Amri cauca perlahan membaik dan gugusan kabut tebal perlahan namun pasti mulai terbuka. Tanpa melewatkan kesempatan ini Kami langsung berfoto-foto. Setelah berfoto-foto kami langsung turun ke pos  7. Sialnya mendekati pos 7, tepatnya di Lapangan/ perempatan hujan yang agak deras mengguyur kami, tak pelak lagi Jacket/ windbreaker saya sedikit basah waktu sampai di pos 7.

Matahari perlahan bergulir ke arah barat, di relung senja Peg. Latimojong hanya  suara gemercik dari aliran sungai yang terletak tak jauh dari camp terdengar berpadu dengan suara angin yang berhembus pelan dan sesekali dihiasi bunyi hewan-hewah penghuni sejati Latimojong. Hari pun beranjak gelap, setelah memasak kami berdua makan malam dilanjutkan dengan seduhan kopi jahe nikmat. Malam beranjak larut ketika kami mulai berbaring rebah di dalam gulungan sleeping bag masing-masing, setelah Amri menggosokkan Balsem di belakang saya kami berdua memutuskan untuk tidur. Tengah malam kami berdua terbagun dan menyeduh sebungkus mie instan untuk kami berdua dengan pertimbangan dapat menghangatkan badan kami yang terasa kurang enak, setelah makan mie kami mencoba tiduk kembali. Malam itu saya mutah-muntah, pasti karena masuk angin.
Untunglah setelah muntah saya bias tertidur pulas kembali.

8/11/2011
Dinginnya udara pagi disertai hembusan angin sejuk Latimojong membangunkan kami pagi itu, Puji Tuhan Pagi itu saya sudah merasa  sangat fit untuk summit attack ke Rantemario dan Nenemori.
 Setelah sarapan mie instan kami langsung bergegas untuk kembali menuju Puncak, Setelah 30 menit berjalan saya akhirnya sampai kembali  sampai di puncak Rantemario Latimojong 3478 Mdpl. Pagi itu Susana terasa beda menyambut saya, pemandangan dari puncak Rantemario sungguh menawan. Hal ini berbeda ketika saya menyambangi gunung ini Juli kemarin,karena pada saat itu puncak tertutup kabut sehingga kami tidak bias menyaksikan pemandangan yang seindah sekarang. Puji Tuhan, gumamku dalam hati menyaksikan betapa indah dan mempesona ciptaan-Nya tersebut. Dari sini saya dapat menyaksikan deretan puncak-puncak pegunungan Latimojong. Di sebelah Utara tampak dari kejauhan Wilayah Kab.Tana Toraja tempat kelahiran saya. Di sebelah timur juga tampak dari kejauhan Wilaya Luwu dan sekitarnya. Setelah beberapa saat Amri pun sampai juga, kami kemudian berfoto-foto lalu turun kembali.



Menuju Puncak Nenemori Latimojong 3397 Mdpl

Pos 6

Puncak Nenemori 3397 Mdpl
Karena pada pendakian kali ini saya juga menargetkan Puncak Nenemori maka sekembalinya dari puncak Rantemario saya kemudian menuju lapangan, di lapangan terdapat perempatan jalur. Seperti yang telah di instruksikan Bang Ayyung Garis sebelumnya dan juga berdasarkan berbagai literatur yang telah saya baca sebelumnya. Saya langsung menuju sebuah Tower Relay (pemancar) yang terletak ± 50 meter dari  arah lapangan. Karena pada saat itu cuaca lumayan cerah jadi jalur ke Nenemori yang berupa punggungan tampak cukup jelas.Dari Tower tersebut saya mulai mengecek jalur beserta stringline (intersection). Ke arah kanan terdapat jalur yang terus menurun kemudian melewati semak belukar, kondisi jalur menuju Nenemori memang agak kabur karena jarang dilalui oleh para pendaki. Jalur menuju puncak Nenemori ini kita harus melewati beberapa bukit dan lembah.Dengan rasa penasaran saya terus mengayunkan langkah kaki, sesekali saya berlari kecil ketika kondisi jalur sedikit bersih.
Setelah melewati kurang lebih 3 puncak bukit saya hamper tersesat karena kondisi jalur yang buram dan tidak Nampak stringline, namun tanpa rasa putus asa saya tetap mencari jalur sanpai saya menemukannya. Sialnya saya lupa mengisi botol air saya di Telaga tadi, seperti kita ketahui bahwa sepanjang jalur menuju Puncak Nenemori ini tidak terdapat sumber air. Dengan rasa haus yang semakin menyiksa saya terus melangkah. Hingga beberapa saat, setelah berjalan ± 1 jam dari lapangan (telaga) akhirnya tampak di depan mata saya tumpukan batu yang menandakan puncak Nenemori. Puji Tuhan yang sebesar-besarnya, akhirnya saya berhasil menginjakkan kaki di puncak tertinggi kedua di Tanah Celebes ini, walaupun hanya sendirian. Puncak Nenemori Latimojong ditandai dengan tumpukan batu yang dibuat para pendaki sebelumnya dan terdapat juga sebuah tower NRA berwarna orange yang dibuat oleh KPA GARIS PALOPO.Pemandangan dari puncak Nenemori tidak kalah eksotik dari puncak Rantemario. Di Sebelah utara tampak Puncak Rantemario, Rantekambola, Sinaji, Lapande Dan Sikolong, di sebelah timur tampak hamparan wilayah kabupaten Luwu, di sebelah Tenggara tampak Puncak Sejati Gunung Latimojong 3305 Mdpl, dan di sebelah selatan dan barat tampak sebagian wilayah Kab.Enrekang Dan Toraja. Tanpa buang-buang waktu saya langsung menagabadikan semua moment tersebut.
Setelah puas berfoto-foto saya langsung kembali ke pos 7 Rantemario. Total perjalanan pulang balik dari Lapangan – Puncak Nenemori adalah ± 2 jam (tergantung kecepatan).
Sesampai di pos 7 saya langsung sarapan dan packing kemudian Turun kembali ke Dusun Karangan. Dan saya dengan amri tiba kembali di Karangan pada pukul 16.00 sore itu. Kami langsung beres-beres dan berpamitan pada pak Dusun lalu kembali ke Baraka dengan menumpang ojek. Malamnya saya langsung kembali ke Makassar sementara Amri meneruskan perjalanan ke Toraja.
Itulah segumpal cerita perjalanan kami yang kedua kalinya ke Pegunungan Latimojong.

Teima kasih kepada:

  • Tuhan Yang Maha Kuasa.
  • Pak Dusun beserta Masyarakat Dusun Karangan
  • Ghiast sekeluarga
  • Pak Aris dan tukang ojek lainnya.
  • Amri OOT Jakarta
  • Bang Ayyung Garis atas infonya 
  • Pegunungan Latimojong atas segala keindahannya.